Senin, 28 Mei 2007

Kerancuan Warna Minyak Goreng

Isu beredarnya minyak goreng bekas restoran cepat saji yang dicampur dengan minyak goreng curah di pasar-pasar, membuat sebagian konsumen merasa khawatir.

Mereka setengah tak yakin pada isu tersebut. Ada pula keraguan, minyak yang dibeli dari pasar juga telah dicampur dengan jelantah tersebut.

Kekhawatiran konsumen bisa dimengerti, mengingat minyak goreng di pasaran, baik minyak goreng kemasan maupun minyak goreng curah, tidak memiliki standar warna baku. Ada minyak goreng yang putih kekuningan, ada yang kuning keemasan, ada yang cenderung oranye, dan ada juga yang berwarna kemerahan.

Selain itu, tampilan minyak goreng pun ada yang jernih dan ada juga yang keruh. Sebagian orang menganggap, semakin jernih warna minyak goreng, berarti semakin bagus. Sementara sebagian konsumen lain cenderung memilih yang berwarna putih kekuningan atau kuning keemasan.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Thomas Dharmawan mengakui bahwa memang ada minyak bekas restoran cepat saji yang dijual lagi. Namun, penggunaannya tidak diperuntukkan untuk keperluan konsumsi manusia.

"Biasanya minyak jelantah itu dipakai untuk bahan baku obat nyamuk, makanan hewan, biodiesel, dan sebagainya. Tetapi tidak dijual lagi untuk konsumsi orang," kata Thomas menegaskan.

Kalaupun ada kebocoran, misalnya ada jelantah yang diproses lagi, lalu dijual untuk konsumsi manusia, menurut dia, jumlahnya tidak signifikan. Ini mengingat jumlah jelantah itu sendiri juga tidak terlalu besar.

"Jumlah restoran cepat saji juga tidak banyak. Kalaupun mereka menjual lagi jelantahnya, sudah ada pembeli rutin yang menampung. Itu pun dengan syarat tidak untuk diproses guna konsumsi manusia," ucapnya.

Kerancuan warna

Menurut Direktur South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center yang juga Ketua Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia Dr Ir Purwiyatno Hariyadi MSc, ada kerancuan pada masyarakat dalam memilih minyak goreng.

"Masyarakat kita dalam memilih minyak goreng lebih mempertimbangkan warna. Padahal, warna tidak menentukan kualitas minyak. Yang penting adalah kejernihan dan bau. Minyak apa pun warnanya, jika jernih dan tidak tengik berarti minyak itu bagus," kata Purwiyatno.

Masih mengenai warna, menurut dia, justru yang baik adalah minyak goreng berwarna kemerahan.

"Minyak goreng berwarna merah yang terbuat dari kelapa sawit justru mengandung betakarotin yang merupakan provitamin A. Karena masyarakat lebih senang minyak goreng berwarna kuning jernih, biasanya oleh produsen minyak goreng dilakukan penyaringan beberapa kali. Akibatnya, provitamin A alami ini hilang. Sebagai pengganti, produsen menambahkan lagi vitamin A ke dalam minyak goreng," ujar Purwiyatno yang pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor.

Thomas menambahkan, proses penyaringan yang beberapa kali juga menentukan harga minyak. Semakin banyak disaring dan memakai beberapa bahan penyaringan, maka harganya pun semakin mahal.

Berdasarkan rasio penjualan, minyak goreng curah menguasai 90 persen pangsa pasar, sedangkan minyak goreng kemasan hanya 10 persen. Minyak goreng curah sebagian besar dikonsumsi oleh industri makanan seperti kacang goreng dan biskuit.

Menurut Purwiyatno, untuk mengetahui apakah minyak goreng tersebut merupakan minyak campuran jelantah, ada beberapa cara. Pertama, biasanya minyak campuran tidak memiliki kebeningan yang sempurna. Kedua, walaupun telah disaring, ada beberapa partikel sisa gorengan yang tertinggal dalam minyak tersebut.

Ketiga, minyak yang pernah dipakai menggoreng biasanya mengandung bau dari produk pangan yang digoreng sebelumnya. Misalnya, bekas menggoreng ayam akan tercium bau ayam pada jelantah itu. Keempat, minyak yang mudah berasap walau baru dipakai sebentar dan dengan panas standar mengindikasikan minyak itu pernah dipakai.

"Jika pada saat menggoreng minyak itu menimbulkan terbentuknya busa yang terlalu banyak, maka ini tanda minyak telah rusak," ujar Purwiyatno.

Untuk menjaga kesehatan, sebaiknya minyak goreng dipakai maksimal empat kali periode penggorengan. Periode artinya minyak jelantah telah mengalami proses pendinginan sebanyak tiga kali.

Namun, jika penampilan jelantah sudah kehitaman, kental dan berbuih ketika dipanaskan kembali, sebaiknya dibuang saja.

Klaim nonkolesterol

Sedangkan mengenai minyak goreng kemasan, menurut Huzna G Zahir dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, ada yang keliru dari klaim nonkolesterol yang dicantumkan di sini.

Menurut dia, klaim tersebut menyesatkan konsumen. Seolah minyak goreng tersebut memiliki nilai lebih ketimbang produk lain yang tidak mencantumkan klaim nonkolesterol.

Alasannya, kolesterol hanya terdapat pada jenis produk hewani, bukan nabati. Sedangkan minyak goreng terbuat dari nabati seperti kelapa, kelapa sawit, jagung, dan biji bunga matahari.

"Pencantuman klaim ini jelas-jelas hanya ingin menarik keuntungan saja," kata Huzna.

Selain itu, penyebutan nonkolesterol juga bisa menjebloskan konsumen pada pemahaman yang keliru.

"Seolah-olah karena tidak ada kolesterol, minyak ini boleh dikonsumsi secara bebas, bahkan berlebihan," ujar Huzna.

Huzna mengingatkan, walau terbuat dari nabati, minyak goreng tetap mengandung asam lemak, baik asam lemak tak jenuh maupun asam lemak jenuh. Jika dikonsumsi secara berlebihan, keduanya pun bisa menimbulkan hal negatif bagi kesehatan. Misalnya, kolesterol dan penyakit jantung.



Kiat dalam Menggoreng

Menggoreng adalah pekerjaan yang biasa dilakukan dalam memasak. Namun jika dilakukan dengan benar, selain mendapatkan hasil gorengan yang sempurna, penggunaan minyak goreng pun jadi lebih efisien. Berikut ini ada beberapa tips dari Purwiyatno Hariadi, Direktur SEAFAST Center.

* Cuci, bersihkan, dan keringkan wajan penggoreng dengan baik. Pastikan bahwa wajan tidak lagi mengandung sabun atau detergen. Sebab, walaupun hanya sedikit, adanya sabun atau detergen akan menyebabkan terbentuknya busa dan gelembung udara selama proses penggorengan. Hal ini akan mempercepat proses kerusakan minyak.

* Keringkan atau tiriskan dengan baik produk pakngan yang akan digoreng. Air yang berlebihan pada produk pangan yang digoreng akan mempercepat kerusakan dan ketengikan minyak goreng. Adanya air juga dapat membahayakan karena bisa menyebabkan percikan minyak panas yang dapat menyebabkan kerusakan kulit, bahkan kebakaran. Untuk produk pangan beku, sebaiknya dilelehkan dan ditiriskan lebih dulu sebelum digoreng, kecuali untuk produk yang tidak banyak mengandung air, misalnya kentang.

* Pada proses memasak, panaskan minyak lebih dulu sebelum dimasukkan bahan pangan yang akan digoreng. Hal ini akan mempersingkat waktu produk pangan tersebut tercelup dengan minyak sehingga mengurangi jumlah minyak yang terserap pada bahan pangan tersebut.

* Hindari menggunakan minyak yang telah digunakan secara berlebihan (suhu terlalu tinggi, waktu terlalu lama, atau penggunaan jelantah yang telah berulang kali) untuk menggoreng makanan.

* Setelah menggoreng hendaknya minyak didinginkan. Setelah minyak dingin, lakukan penyaringan dengan kain saring (saringan tahu) atau penyaring halus lain. Penyaringan akan menghilangkan sisa produk pangan yang gosong serta akan memengaruhi perubahan warna dan cita rasa.

* Simpan minyak goreng bekas pakai yang telah disaring pada tempat yang bersih. Letakkan di tempat yang gelap dan sejuk (lemari es). Minyak yang dibiarkan terbuka akan terkontaminasi udara bebas sehingga mudah tengik.

* Jika akan digunakan lagi, tambahkan sedikit minyak yang masih segar supaya jumlahnya mencukupi. Dengan cara ini, minyak dapat digunakan untuk menggoreng sampai 4 atau 6 kali periode penggorengan.

sumber = Kompas

Tidak ada komentar: